Telusuri

Jumat, 14 Juli 2017

Inilah Sepuluh Alasan Mengapa Daging Babi di Haramkan Oleh Islam

Ajaran Islam mengharamkan umatnya mengkonsumsi daging babi dan atau memanfaatkan seluruh anggota tubuh babi. Berikut sepuluh alasan mengapa babi diharamkan.

👉Pertama, babi adalah container (tempat penampung) penyakit.

Beberapa bibit penyakit yang dibawa babi seperti Cacing pita (Taenia solium), Cacing spiral (Trichinella spiralis), Cacing tambang (Ancylostoma duodenale), Cacing paru (Paragonimus pulmonaris), Cacing usus (Fasciolopsis buski), Cacing Schistosoma (japonicum), Bakteri Tuberculosis (TBC), Bakteri kolera (Salmonella choleraesuis), Bakteri Brucellosis suis, Virus cacar (Small pox), Virus kudis (Scabies), Parasit protozoa Balantidium coli, Parasit protozoa Toxoplasma gondii, tumor, penyebab kanker kronis dll...

👉Kedua, daging babi empuk.

Meskipun empuk dan terkesan lezat, namun karena banyak mengandung lemak, daging babi sulit dicerna. Akibatnya, nutrien (zat gizi) tidak dapat dimanfaatkan tubuh.

👉Ketiga, menurut Prof. A.V. Nalbandov (Penulis buku : Adap-tif Physiology on Mammals and Birds) menyebutkan bahwa kantung urine (vesica urinaria) babi sering bocor, sehingga urine babi merembes ke dalam daging. Akibatnya, daging babi tercemar kotoran yang mestinya dibuang bersama urine.

👉Keempat, Lemak punggung (back fat) tebal dan mudah rusak oleh proses ransiditas oksidatif (tengik), tidak layak dikonsumsi manusia.

👉Kelima, babi merupakan carrier virus/penyakit Flu Burung (Avian influenza) dan Flu Babi (Swine Influenza).

Di dalam tubuh babi, virus AI (H1N1 dan H2N1) yang semula tidak ganas bermutasi menjadi H1N1/H5N1 yang ganas/mematikan dan menular ke manusia.

👉Keenam, menurut Prof Abdul Basith Muh. Sayid berbagai penyakit yang ditularkan babi seperti, pengerasan urat nadi, naiknya tekanan darah, nyeri dada yang mencekam (Angina pectoris), radang (nyeri) pada sendi-sendi tubuh.

👉Ketujuh, Dr. Murad Hoffman (Doktor ahli & penulis dari Jerman) menulis bahwa Memakan babi yang terjangkiti cacing babi tidak hanya berbahaya, tapi juga menyebabkan peningkatan kolesterol tubuh dan memperlambat proses penguraian protein dalam tubuh.

Ditambah cacing babi Mengakibatkan penyakit kanker usus, iritasi kulit, eksim, dan rheumatic serta virus-virus influenza yang berbahaya hidup dan berkembang di musim panas karena medium (dibawa oleh) babi.

👉Kedelapan, penelitian ilmiah di Cina dan Swedia menyebutkan bahwa daging babi merupakan penyebab utama kanker anus dan usus besar.

👉Kesembilan, Dr Muhammad Abdul Khair (penulis buku : Ijtihaadaat fi at Tafsir Al Qur’an al Kariim) menuliskan bahwa daging babi mengandung benih-benih cacing pita dan Trachenea lolipia. Cacing tersebut berpindah kepada manusia yang mengkonsumsi daging babi.

👉Kesepuluh, DNA babi mirip dengan manusia, sehingga sifat buruk babi dapat menular ke manusia. 

Beberapa sifat buruk babi seperti, Binatang paling rakus, kotor, dan jorok di kelasnya, Kemudian kerakusannya tidak tertandingi hewan lain, serta suka memakan bangkai dan kotorannya sendiri dan Kotoran manusia pun dimakannya. Sangat suka berada di tempat yang basah dan kotor. Untuk memuaskan sifat rakusnya, bila tidak ada lagi yang dimakan, ia muntahkan isi perutnya, lalu dimakan kembali. Lebih lanjut Kadang ia mengencingi pakannya terlebih dahulu sebelum dimakan.

Selain kesepuluh alasan diatas ternyata ada beberapa penyakit lain yang dapat disebabkan oleh babi seperti kholera babi (penyakit menular berba-haya yang disebabkan bakteri), keguguran nanah (disebabkan bakteri prosilia babi), kulit kemerahan yang ganas (mematikan) dan menahun, Penyakit pengelupasan kulit, dan Benalu Askaris, yang berbahaya bagi manusia.

Gimana? Masih mau mengkonsumsi babi yang super jorok & menjijikan tersebut???

Kamis, 06 Juli 2017

Hukum Asuransi dan Jenis-jenis Asuransi

MAKNA ASURANSI

Yang dimaksud dengan asuransi, ialah perjanjian jaminan dari pihak pemberi jaminan (yaitu perusahaan asuransi) untuk memberi sejumlah harta atau upah secara rutin, atau memberi ganti barang yang lain, kepada pihak yang diberi jaminan (yaitu nasabah asuransi), pada waktu terjadi musibah atau terjadinya bahaya, dan dijelaskan dengan perjanjian. Pemberian itu sebagai ganti angsuran atau pembayaran yang diberikan nasabah kepada perusahaan asuransi.
Dari penjelasan ini, dapat diketahui secara jelas bahwa dalam perjanjian asuransi itu terdapat tiga unsur yang melingkupinya, yaitu:

(1) bentuk dan jumlah jaminan yang akan diberikan perusahaan asuransi,

(2) bahaya atau musibah yang terjadi,

(3) angsuran atau pembayaran yang dibayar oleh nasabah.

SEJARAH ASURANSI

Asuransi yang pertama kali muncul ialah dalam bentuk asuransi perjalanan laut, yaitu pada abad 14 Masehi. Namun sebenarnya, asuransi ini memiliki akar sejarah semenjak sebelum Masehi. Praktek asuransi waktu itu, seseorang meminjamkan sejumlah harta riba untuk kapal yang akan berlayar. Jika kapal itu hancur, maka pinjaman tersebut hilang. Jika kapal selamat, maka pinjaman itu dikembalikan dengan riba (tambahan) yang disepakati. Kapal itu digadaikan sementara sebagai jaminan pengembalian hutang dan ribanya.

Demikianlah asal muasal perusahaan asuransi. Di dalamnya merupakan perjanjian yang bersifat riba, mengandung unsur perjudian dan bahaya. Dan hingga pada saat ini, asuransi tetap memiliki unsur-unsur sebagaimana saat muncul pertama kali.

Kemudian, pada abad 17 Masehi muncul asuransi di daratan, yaitu di kalangan bangsa Inggris. Pertama kali, muncul dalam bentuk asuransi kebakaran. Kemunculannya setelah terjadi kebakaran hebat di kota London pada tahun 1666 Masehi. Kerugian yang diderita pada waktu itu, tidak kurang dari 13 ribu rumah, dan sekitar 100 gereja terbakar. Dari sini, asuransi kebakaran kemudian menyebar ke banyak negara di luar Inggris pada abad 18 Masehi, khususnya di Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat, serta semakin bertambah jenisnya, khususnya pada abad 20 Masehi.

JENIS-JENIS ASURANSI

Dilihat dari bentuk dan tujuannya, asuransi dapat dikategorikan dalam dua jenis.

1⃣(Yaitu at-Ta’mîn at-Tijâri) dan
2⃣(at-Ta’mîn at-Ta’âwuni.)

🎇Asuransi at-Ta’mîn at-Tijâri.

Yaitu asuransi yang bertujuan mencari keuntungan, atau asuransi yang dijadikan usaha, asuransi yang memiliki angsuran yang pasti. Angsuran ini, otomatis menjadi milik perusahaan asuransi sebagai ganti dari pembayaran yang dia tanggung jika terjadi musibah, atau sesuai dengan yang disepakati.
Jika jumlah pembayaran dari perusahaan lebih besar dari uang angsuran, maka itu ditanggung oleh perusahaan dan merupakan kerugiannya. Jika tidak terjadi musibah, maka angsuran itu menjadi milik perusahaan tanpa ganti apapun dan ini merupakan keuntungan bagi perusahaan asuransi.

Inilah asuransi yang hendak dibicarakan di sini. Dan ini terlarang, karena bersifat spekulasi yang merugikan salah satu pihak.

🎇Asuransi at-Ta’mîn at-Ta’âwuni, dan disebut juga dengan at-Ta’mîn at-Tabâduli, atau at-Ta’mîn al-Islami.

Yaitu asuransi gotong-royong, atau asuransi yang sesuai dengan agama Islam. Asuransi ini tidak bertujuan mencari keuntungan, namun hanya bersifat tolong-menolong dalam menanggung kesusahan.

Contohnya, sekelompok orang bersama-sama mengumpulkan uang. Dengan uang ini, mereka membantu orang yang terkena musibah.
Perusahaan asuransi Islam ini, tidak otomatis memiliki uang angsuran dari nasabah. Demikian juga uang yang dibayarkan ketika terjadi musibah bukan milik perusahaan, namun milik bersama. Perusahaan ini hanyalah menyimpan, mengembangkan, dan memberikan bantuan.
Selain dua jenis asuransi di atas, masih ada jenis asuransi lainnya, yaitu at-Ta’mîn al-Ijtima’i (jaminan keamanan sosial).

Asuransi at-Ta’mîn al-Ijtima’i ini, juga tidak mencari keuntungan dan bukan asuransi khusus pada seseorang yang khawatir terjadinya musibah tertentu. Asuransi at-Ta’mîn al-Ijtima’i ini bertujuan untuk membantu orang banyak, yang kemungkinan bisa berjumlah jutaan orang. Seperti yang dilakukan oleh negara atau suatu pemerintahan untuk para pegawainya, yang dikenal dengan istilah peraturan pensiun (di Indonesia dikenal dengan istilah Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri atau Taspen, Red.).

Yaitu dengan cara memotong gaji bulanan dalam prosentase tertentu, dan ketika telah sampai masa pensiun, maka uang (pemotongan gaji) tersebut diberikan kembali dalam bentuk gaji pensiun bulanan, atau uang pesangon yang diberikan sekaligus untuk membantu kehidupannya. Dan jenis ini, sebenarnya tidak termasuk dalam kategori asuransi. Namun hal ini tidak mengapa, asalkan tidak disimpan di bank yang menjalankan riba.

MACAM-MACAM ASURANSI TIJÂRI

At-Ta’mîn at-Tijâri, sebagai asuransi yang bertujuan mencari keuntungan ini sangat banyak macamnya. Antara lain sebagaimana berikut.

Pertama. Asuransi Kecelakaan.
Asuransi jenis ini berkenaan dengan harta-harta yang dimiliki, seperti asuransi pencurian, asuransi kebakaran, dan semacamnya. Juga diberlakukan untuk pertanggungan terhadap nasabah, seperti asuransi kecelakaan kendaraan, asuransi kecelakaan kerja, dan semacamnya.

Kedua. Asuransi Pribadi.
Yaitu asuransi dari bahaya-bahaya yang berhubungan dengan manusia itu sendiri, berkaitan dengan kehidupannya, kesehatannya, atau keselamatannya. Asuransi ini meliputi asuransi jiwa dan asuransi dari musibah-musibah yang menimpa badan (jasmani).

Ketiga. Asuransi jiwa, yaitu perjanjian yang mengharuskan perusahaan asuransi memberikan sejumlah uang kepada nasabah atau kepada orang ketiga, ketika nasabah (atau orang ketiga) itu meninggal dunia, ataupun pemberiaan dalam keadaan nasabah (atau orang ketiga) itu masih hidup sampai umur tertentu. Pemberian perusahaan asuransi ini sebagai ganti dari angsuran-angsuran yang telah disetorkan oleh nasabah terdahulu.

Asuransi jiwa ini dapat digolongkan dalam beberapa macam.

1. Asuransi Kematian.

Yaitu pemberian sejumlah uang pada saat kematian nasabah, dan meliputi tiga macam.

a. Asuransi Selama Hidup.

Yaitu perusahaan asuransi memberikan sejumlah uang kepada orang yang diasuransikan pada saat kematian orang yang membayar asuransi (nasabah).

Jika asuransi untuk jangka tertentu, seperti 20 tahun misalnya, dan nasabah itu meninggal sebelum masa 20 tahun, maka angsurannya (setorannya) gugur, dan orang yang diasuransikan tersebut berhak mendapatkan sejumlah uang asuransi secara penuh. Ini berarti kerugian bagi perusahaan. Dan jika nasabah masih hidup melewati masa 20 tahun, maka angsurannya berhenti, tetapi uang asuransi tidak diberikan kepada orang yang diasuransikan, kecuali setelah kematian nasabah.

b. Asuransi Berjangka Waktu Tertentu.

Yaitu nasabah membayar angsuran asuransi, dan perusahaan akan membayar sejumlah uang asuransi untuk orang yang diansuransikan jika nasabah meninggal dalam jangka waktu (masa) asuransi. Jika nasabah masih hidup melewati jangka waktu asuransi, maka angsuran yang telah ia bayarkan hilang, dan perusahaan asuransi mengambil uang tersebut dengan tanpa imbalan apapun. Asuransi jenis ini sangat jelas unsur perjudiannya.

c. Asuransi Selama Hidupnya Orang Yang Diasuransikan.

Yaitu perusahaan asuransi memberikan sejumlah uang kepada orang yang diasuransikan, jika dia tetap hidup setelah kematian orang yang membayar asuransi (nasabah). Tetapi jika orang yang diasuransikan meninggal sebelum orang yang membayar asuransi (nasabah), maka asuransi berhenti, dan harta yang telah disetorkan oleh nasabah itu hilang. Asuransi jenis ini juga sangat jelas unsur perjudiannya.

2. Asuransi Untuk Keadaan Tetap Hidup.

Yaitu tetap hidupnya nasabah. Asuransi ini kebalikan dari bentuk (1.a). Dalam asuransi ini, nasabah membayar sejumlah uang tertentu kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan akan membayarkan sejumlah uang tertentu juga –yang lebih banyak- pada waktu yang ditentukan, jika nasabah itu tetap hidup sampai waktu tersebut. Tetapi jika nasabah meninggal sebelum waktu yang ditetapkan dalam perjanjian asuransi, maka asuransi berhenti, dan harta yang telah disetorkan oleh nasabah itu hilang. Begitu pula ahli waris nasabah tidak dapat memanfaatkannya. Asuransi jenis ini juga sangat jelas unsur perjudiannya.

3. Asuransi Yang Memiliki Unsur Kombinasi.

Yaitu penggabungan dua jenis asuransi di atas. Perusahaan asuransi menjamin pembayaran sejumlah uang asuransi kepada orang yang diasuransikan, jika nasabah meninggal pada selang waktu tertentu, atau membayarkan kepada nasabah jika ia masih hidup setelah selesainya waktu asuransi. Oleh karena itu, angsuran asuransi jenis ini lebih besar (nominalnya) dari dua jenis asuransi yang disebutkan sebelumnya (1 dan 2).

Adapun asuransi dari musibah-musibah yang menimpa badan, yaitu perusahaan asuransi menjamin pembayaran sejumlah uang (klaim) kepada orang yang diasuransikan, jika nasabah tertimpa musibah yang berkaitan dengan badannya selama masa asuransi. Atau diberikan kepada orang tertentu, jika nasabah yang mengikuti asuransi itu meninggal.
Termasuk dalam jenis ini, yaitu asuransi kesehatan. Dan terkadang asuransi kesehatan mencakup seluruh jenis penyakit, atau penyakit tertentu, atau tindakan operasi penyakit, atau sebagian penyakit. Dokumen transaksi asuransi menentukan jenis bahaya yang diasuransikan, dan yang tercatat itulah yang mendapatkan jaminan asuransi dari perusahaan.

HUKUM ASURANSI TIJÂRI

Asuransi tijâri (yang merupakan usaha untuk mencari keuntungan) dengan semua jenisnya, hukumnya haram, karena beberapa sebab:

1. Perjanjian Asuransi Tijâri Merupakan Perjanjian Penggantian Harta Yang Mengandung Ketidakpastian, Dan Mengandung Bahaya Yang Sangat Besar.

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata:

ﻧَﻬَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻋَﻦْ ﺑَﻴْﻊِ ﺍﻟْﺤَﺼَﺎﺓِ ﻭَﻋَﻦْ ﺑَﻴْﻊِ ﺍﻟْﻐَﺮَﺭِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan kerikil dan jual beli gharar” [HR. Muslim, no. 1513]

Jual beli dengan kerikil, seperti seorang penjual mengatakan ”aku menjual kain yang terkena kerikil yang aku lemparkan”. Atau ”aku menjual tanah ini mulai sini, sampai jarak kerikil yang aku lemparkan”. Atau semacamnya yang tidak ada kejelasan.

Sedangkan jual beli gharar, yaitu jual beli yang mengandung ketidakjelasan, tipu-daya, dan tidak mampu menyerahkan barang, seperti menjual ikan di dalam kolam, menjual burung yang terbang di udara, dan semacamnya. (Lihat Syarh Muslim, karya Imam an-Nawâwi).

2. Asuransi Tijâri Termasuk Dalam Kategori Jenis Perjudian.
Karena pada asuransi itu terdapat bahaya kerugian dalam pertukaran harta, kerugian dengan tanpa berbuat kejahatan atau penyebabnya, dan keuntungan dengan tanpa imbalan, atau dengan imbalan yang tidak sepadan. Karena nasabah asuransi, terkadang baru menyetor sekali angsuran, lalu terjadi kecelakaan (musibah), sehingga perusahaan asuransi menderita kerugian sejumlah uang asuransi. Atau tidak terjadi kecelakaan sama sekali, sehingga perusahaan asuransi mendapatkan keuntungan dari angsuran-angsuran nasabah asuransi dengan tanpa imbalan. Dengan demikian, asuransi termasuk dalam larangan perjudian, sebagaimana disebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟْﺨَﻤْﺮُ ﻭَﺍﻟْﻤَﻴْﺴِﺮُ ﻭَﺍﻟْﺄَﻧْﺼَﺎﺏُ ﻭَﺍﻟْﺄَﺯْﻟَﺎﻡُ ﺭِﺟْﺲٌ ﻣِﻦْ ﻋَﻤَﻞِ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ ﻓَﺎﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﻩُ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” [Al-Maidah/5: 90]

3. Perjanjian Asuransi Tijâri Mengandung Riba.
Karena keuntungan yang didapatkan perusahaan asuransi itu tanpa imbalan. Sedangkan keuntungan nasabah merupakan tambahan dari harta pokoknya yang tidak ada imbalannya. Dan riba di dalam Islam sangat keras larangannya. Allah berfirman:

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺫَﺭُﻭﺍ ﻣَﺎ ﺑَﻘِﻲَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻣُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﺍ ﻓَﺄْﺫَﻧُﻮﺍ ﺑِﺤَﺮْﺏٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ۖ ﻭَﺇِﻥْ ﺗُﺒْﺘُﻢْ ﻓَﻠَﻜُﻢْ ﺭُﺀُﻭﺱُ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻜُﻢْ ﻟَﺎ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﻥَ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻈْﻠَﻤُﻮﻥَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” [al-Baqarah/2:278-279]

4. Asuransi Tijâri Merupakan Perlombaan Yang Hukumnya Haram, Karena Mengandung Ketidakjelasan, Bahaya Kerugian, Dan Perjudian.
Demikianlah, bahwa syariat Islam tidak memperbolehkan perlombaan yang pemenangnya mengambil harta, kecuali yang padanya terdapat pembelaan dan kemenangan terhadap Islam, untuk meninggikan Islam dengan hujjah, atau dengan senjata. Dan Nabi n telah membatasi dengan tiga macam perlombaan, yang pemenangnya dibolehkan mengambil upah (hadiah).

ﻟَﺎ ﺳَﺒَﻖَ ﺇِﻟَّﺎ ﻓِﻲ ﺧُﻒٍّ ﺃَﻭْ ﻓِﻲ ﺣَﺎﻓِﺮٍ ﺃَﻭْ ﻧَﺼْﻞٍ

“Tidak boleh mengambil hadiah harta perlombaan kecuali pada onta, kuda, atau anak panah” [HR Abu Dawud, no. 2574; at-Tirmidzi, no. 1700]

Yaitu tidak boleh mengambil harta dengan perlombaan, kecuali pada salah satu dari tiga perkara di atas. Karena ketiganya –dan yang semaknanya- termasuk persiapan peperangan dan kekuatan berjihad memerangi musuh. Dan memberikan hadiah padanya merupakan dorongan kepada jihad. [Lihat Tuhfatul-Ahawadzi].

5. Perjanjian Asuransi Tijâri, Mengandung Unsur Mengambil Harta Orang Lain Dengan Tanpa Imbalan.

Perbuatan seperti ini merupakan kebatilan. Sebab Allah Ta’ala berfirman:

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻋَﻦْ ﺗَﺮَﺍﺽٍ ﻣِﻨْﻜُﻢْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”. [an-Nisa’/4: 29]

6. Perjanjian Asuransi Tijâri Mewajibkan Sesuatu Yang Tidak Diwajibkan Oleh Syariat.
Karena perusahaan asuransi tidak membuat kecelakaan dan tidak melakukan perkara yang menyebabkan kecelakaan, namun ia wajib membayar klaim. Hal itu karena perjanjian dengan nasabah untuk memberi jaminan pertangungan atas bahaya yang menimpa nasabah dengan imbalan setoran angsuran nasabah.

Berdasarkan keterangan ini, maka banyak fatwa para ulama yang mengharamkan asuransi tijâri dengan segala jenisnya. Begitu pula dari penjelasan ini nampak, bahwa asuransi yang saat ini banyak beredar, yang dilakukan sebagai usaha untuk meraih keuntungan, termasuk perkara yang dilarang syariat. Adapun asuransi yang dibolehkan, yaitu asuransi at-Ta’mîn at-Ta’âwuni. Asuransi yang bertujuan untuk gotong royong, sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Wallahu a’lam.

_______
Footnote
[1]. Makalah ini ditulis oleh Ustadz Muslim al-Atsari bersumber dari kitab Mausûah al-Qadhâyâ al-Fiqhiyyah al-Mu’âshirah wal-Iqtishâd al-Islami, karya Syaikh Prof. Dr. Ali Ahmad as-Sâlûs, Penerbit Dar ats-Tsaqafah Qathar, halaman 363-395. Beliau merupakan pengajar bidang fiqh dan ushûl di Kuliyah Syari’at Universitas Qathar. Penulisan makalah ini, juga dengan mengambil beberapa tambahan dari rujukan lain.

HUKUM ASURANSI

Seakan-akan masa depan seseorang selalu suram. Akan terjadi kecelakaan, rumah tidak aman dan bisa saja terbakar atau terjadi pencurian, perusahaan pun tidak bisa dijamin berjalan terus, pendidikan anak bisa jadi tiba-tiba membutuhkan biaya besar di tahun-tahun mendatang. Itulah gambaran yang digembosi pihak asuransi. Yang digambarkan adalah masa depan yang selalu suram. Tidak ada rasa tawakkal dan tidak percaya akan janji Allah yang akan selalu memberi pertolongan dan kemudahan. Kenapa asuransi yang selalu dijadikan solusi untuk masa depan? Ulasan sederhana kali ini akan mengulas mengenai asuransi dan bagaimanakah seharusnya kita bersikap.

Mengenal Asuransi

Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. (Wikipedia)
Berbagai Alasan Terlarangnya Asuransi
Berbagai jenis asuransi asalnya haram baik asuransi jiwa, asuransi barang, asuransi dagang, asuransi mobil, dan asuransi kecelakaan. Secara ringkas, asuransi menjadi bermasalah karena di dalamnya terdapat riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak jelasan atau spekulasi tinggi).

Berikut adalah rincian mengapa asuransi menjadi terlarang:

1. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan ( mu’awadhot ). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung ghoror (unsur ketidak jelasan). Ketidak jelasan pertama dari kapan waktu nasahab akan menerima timbal balik berupa klaim. Tidak setiap orang yang menjadi nasabah bisa mendapatkan klaim. Ketika ia mendapatkan accident atau resiko, baru ia bisa meminta klaim. Padahal accident di sini bersifat tak tentu, tidak ada yang bisa mengetahuinya. Boleh jadi seseorang mendapatkan accident setiap tahunnya, boleh jadi selama bertahun-tahun ia tidak mendapatkan accident. Ini sisi ghoror pada waktu.

Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran klaim sebagai timbal balik yang akan diperoleh. Tidak diketahui pula besaran klaim tersebut. Padahal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah melarang jual beli yang mengandung ghoror atau spekulasi tinggi sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,

ﻧَﻬَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻋَﻦْ ﺑَﻴْﻊِ ﺍﻟْﺤَﺼَﺎﺓِ ﻭَﻋَﻦْ ﺑَﻴْﻊِ ﺍﻟْﻐَﺮَﺭِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan) ” (HR. Muslim no. 1513).

2. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada spekulasi yang besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak mengeluarkan ganti rugi apa-apa. Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi besar karena banyak yang mendapatkan musibah atau accident. Dari sisi nasabah sendiri, ia bisa jadi tidak mendapatkan klaim apa-apa karena tidak pernah sekali pun mengalami accident atau mendapatkan resiko. Bahkan ada nasabah yang baru membayar premi beberapa kali, namun ia berhak mendapatkan klaimnya secara utuh, atau sebaliknya. Inilah judi yang mengandung spekulasi tinggi. Padahal Allah jelas-jelas telah melarang judi berdasarkan keumuman ayat,

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁَﻣَﻨُﻮﺍ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟْﺨَﻤْﺮُ ﻭَﺍﻟْﻤَﻴْﺴِﺮُ ﻭَﺍﻟْﺄَﻧْﺼَﺎﺏُ ﻭَﺍﻟْﺄَﺯْﻟَﺎﻡُ ﺭِﺟْﺲٌ ﻣِﻦْ ﻋَﻤَﻞِ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ ﻓَﺎﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﻩُ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan ” (QS. Al Maidah: 90). Di antara bentuk maysir adalah judi.

3. Asuransi mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang berlebih) dan riba nasi’ah (riba karena penundaan) secara bersamaan. Bila perusahaan asuransi membayar ke nasabahnya atau ke ahli warisnya uang klaim yang disepakati, dalam jumlah lebih besar dari nominal premi yang ia terima, maka itu adalah riba fadhel. Adapun bila perusahaan membayar klaim sebesar premi yang ia terima namun ada penundaan, maka itu adalah riba nasi’ah (penundaan). Dalam hal ini nasabah seolah-olah memberi pinjaman pada pihak asuransi. Tidak diragukan kedua riba tersebut haram menurut dalil dan ijma’ (kesepakatan ulama).

4. Asuransi termasuk bentuk judi dengan taruhan yang terlarang. Judi kita ketahui terdapat taruhan, maka ini sama halnya dengan premi yang ditanam. Premi di sini sama dengan taruhan dalam judi. Namun yang mendapatkan klaim atau timbal balik tidak setiap orang, ada yang mendapatkan, ada yang tidak sama sekali. Bentuk seperti ini diharamkan karena bentuk judi yang terdapat taruhan hanya dibolehkan pada tiga permainan sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻻَ ﺳَﺒَﻖَ ﺇِﻻَّ ﻓِﻰ ﻧَﺼْﻞٍ ﺃَﻭْ ﺧُﻒٍّ ﺃَﻭْ ﺣَﺎﻓِﺮٍ

“Tidak ada taruhan dalam lomba kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan pacuan kuda” (HR. Tirmidzi no. 1700, An Nasai no. 3585, Abu Daud no. 2574, Ibnu Majah no. 2878. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani). Para ulama memisalkan tiga permainan di atas dengan segala hal yang menolong dalam perjuangan Islam, seperti lomba untuk menghafal Al Qur’an dan lomba menghafal hadits. Sedangkan asuransi tidak termasuk dalam hal ini.

5. Di dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang batil . Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan timbal balik. Padahal dalam akad mu’awadhot (yang ada syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal balik. Jika tidak, maka termasuk dalam keumuman firman Allah Ta’ala ,

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁَﻣَﻨُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻋَﻦْ ﺗَﺮَﺍﺽٍ ﻣِﻨْﻜُﻢْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho di antara kamu” (QS. An Nisa’: 29).

Tentu setiap orang tidak ridho jika telah memberikan uang, namun tidak mendapatkan timbal balik atau keuntungan.

6. Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada sebab yang syar’i. Seakan-akan nasabah itu memaksa accident itu terjadi. Lalu nasabah mengklaim pada pihak asuransi untuk memberikan ganti rugi padahal penyebab accident bukan dari mereka. Pemaksaan seperti ini jelas haramnya.

[Dikembangkan dari penjelasan Majlis Majma Fikhi di Makkah Al Mukarromah, KSA]

“Masa Depan Selalu Suram ” Ganti dengan “ Tawakkal

Dalam rangka promosi, yang ditanam di benak kita oleh pihak asuransi adalah masa depan yang selalu suram. “Engkau bisa saja mendapatkan kecelakaan”, “Pendidikan anak bisa saja membengkak dan kita tidak ada persiapan ”, “Kita bisa saja butuh pengobatan yang tiba-tiba dengan biaya yang besar”. Itu slogan-slogan demi menarik kita untuk menjadi nasabah di perusahaan asuransi. Tidak ada ajaran bertawakkal dengan benar. Padahal tawakkal adalah jalan keluar sebenarnya dari segala kesulitan dan kekhawatiran masa depan yang suram. Karena Allah Ta’ala sendiri yang menjanjikan,

ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺠْﻌَﻞْ ﻟَﻪُ ﻣَﺨْﺮَﺟًﺎ ‏( 2 ‏) ﻭَﻳَﺮْﺯُﻗْﻪُ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﻟَﺎ ﻳَﺤْﺘَﺴِﺐُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻞْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺣَﺴْﺒُﻪُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya ” (QS. Ath Tholaq: 2-3).

Tawakkal adalah dengan menyandarkan hati kepada Allah
Ta’ala . Namun bukan cukup itu saja, dalam tawakkal juga seseorang mengambil sebab atau melakukan usaha. Tentu saja, sebab yang diambil adalah usaha yang disetujui oleh syari’at. Dan asuransi sudah diterangkan adalah sebab yang haram, tidak boleh seorang muslim menempuh jalan tersebut. Untuk membiayai anak sekolah, bisa dengan menabung. Untuk pengobatan yang mendadak tidak selamanya dengan solusi asuransi kesehatan. Dengan menjaga diri agar selalu fit, juga persiapan keuangan untuk menjaga kondisi kecelakaan tak tentu, itu bisa sebagai solusi dan preventif yang halal. Begitu pula dalam hal kecelakaan pada kendaraan, kita mesti berhati-hati dalam mengemudi dan hindari kebut-kebutan, itu kuncinya.

Yang saya saksikan sendiri betapa banyak kecelakaan terjadi di Saudi Arabia dikarenakan banyak yang sudah mengansuransikan kendaraannya. Jadi, dengan alasan “kan, ada asuransi ”, itu jadi di antara sebab di mana mereka asal-asalan dalam berkendaraan. Jika mobil rusak, sudah ada ganti ruginya. Oleh karenanya, sebab kecelakaan meningkat bisa jadi pula karena janji manis dari asuransi.

Ingatlah setiap rizki tidak mungkin akan luput dari kita jika memang itu sudah Allah takdirkan. Kenapa selalu terbenak dalam pikiran dengan masa depan yang suram?

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺃَﺟْﻤِﻠُﻮﺍ ﻓِﻰ ﺍﻟﻄَّﻠَﺐِ ﻓَﺈِﻥَّ ﻧَﻔْﺴًﺎ ﻟَﻦْ ﺗَﻤُﻮﺕَ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﺴْﺘَﻮْﻓِﻰَ ﺭِﺯْﻗَﻬَﺎ ﻭَﺇِﻥْ ﺃَﺑْﻄَﺄَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻓَﺎﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺃَﺟْﻤِﻠُﻮﺍ ﻓِﻰ ﺍﻟﻄَّﻠَﺐِ ﺧُﺬُﻭﺍ ﻣَﺎ ﺣَﻞَّ ﻭَﺩَﻋُﻮﺍ ﻣَﺎ ﺣَﺮُﻡَ

“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena
sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani).

Penutup

Dari penjelasan di atas tentu saja kita dapat menyimpulkan haramnya asuransi, apa pun jenisnya jika terdapat penyimpangan-penyimpangan di atas meskipun mengatasnamakan “asuransi syari’ah” sekali pun. Yang kita lihat adalah hakekatnya dan bukan sekedar nama dan slogan. Seorang muslim jangan tertipu dengan embel syar’i belaka. Betapa banyak orang memakai slogan “syar’i”, namun nyatanya hanya sekedar bualan.

Nasehat saya, seorang muslim tidak perlu mengajukan premi untuk tujuan asuransi tersebut. Klaim yang diperoleh pun jelas tidak halal dan tidak boleh dimanfaatkan. Kecuali jika dalam keadaan terpaksa mendapatkannya dan sudah terikat dalam kontrak kerja, maka hanya boleh memanfaatkan sebesar premi yang disetorkan semacam dalam asuransi kesehatan dan tidak boleh lebih dari itu. Jika seorang muslim sudah terlanjur terjerumus, berusahalah meninggalkannya, perbanyaklah istighfar dan taubat serta perbanyak amalan kebaikan. Jika uang yang ditanam bisa ditarik, itu pun lebih
ahsan (baik).

Catatan : Asuransi yang kami bahas di atas adalah asuransi yang bermasalah karena terdapat pelanggaran-pelanggaran sebagaimana yang telah disebutkan. Ada asuransi yang disebut dengan asuransi ta’awuni yang di dalamnya hanyalah tabarru’at (akad tolong menolong) dan asuransi seperti ini tidaklah bermasalah. Barangkali perlu ada bahasan khusus untuk mengulas lebih jauh mengenai asuransi tersebut. Semoga Allah mudahkan dan memberikan kelonggaran waktu untuk membahasnya.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Referensi: Akhthou Sya-i’ah fil Buyu’ , Sa’id ‘Abdul ‘Azhim, terbitan Darul Iman.

Apa Alasanku Untuk Tidak berayukur?

Bismillaahirrohmaanirrohiim.. وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْئَرُوْنَ   “Dan seg...